Arsip Blog

Minggu, 18 Oktober 2009

Seni Konvensional vs Seni Digital


View of Toledo by El Greco
Perkembangan jaman telah membawa nilai seni pada pergeseran makna dan cara. Meningkatnya kreatifitas seniman dan penguasaan teknologi telah berdampak kontrofersi bagi karya-karya seni rupa. Penggunaan media-media modern yang menerapkan teknologi semakin diminati. Berkembangnya karya-karya grafis sejak Revolusi Industri di Inggris telah merubah dunia seni rupa menjadi lebih variatif. Pengutip Argus Firmansah/KOKTAIL/Bandung (Februari 2008) pada halaman blognya memaparkan bahwa, Wacana grafis sekarang berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang lebih maju. Persoalan teknis dalam membuat karya grafis pun lambat laun ditinggalkan oleh generasi muda yang menekuni seni grafis. Pada awalnya karya grafis belum dimasukkan ke dalam karya seni pada sebelum abad 18 di Eropa. Beberapa teknik grafis pun muncul, yaitu cetak saring, etsa, litografi, dry point, aquatint, engraving, salt print.Demikian pula yang dipaparkan oleh Pincuk Suroto (2009) bahwa Praktik seni media baru, yang tak secara tegas mengikuti kode-kode seni rupa konvensional, mewarnai kancah seni rupa Indonesia, pada tiga dasawarsa terakhir. Adakah ia menjadi arus utama yang bakal menggusur lukisan dari ruang pameran, dan menggantinya dengan obyek-obyek, instalasi, dan gambar-gambar bergerak lewat ruang maya? Entahlah. Yang pasti, ia memang memungkinkan pelbagai kemungkinan yang dapat dicerap oleh indra manusia. Wacana yang ditawarkan pun seluas samudera: dari sekitar persoalan estetika yang elite ke masalah budaya yang populis, dari pertanyaan filosofis ”apa itu seni” menjadi pertanyaan datar ”apa artinya kehidupan masa kini”.



Konvensional ataupun digital mempunyai makna seni yang sama. Seniman hanya mengikuti perputaran waktu. Jaman konvensional telah berlalu, dimana seniman menggoreskan tintanya pada sebidang kanvas dengan karya-karya agung bernilai tinggi. Hal ini membutuhkan teknik dan skill yang tinggi, begitu pula dengan seni digital, seniman kontemporer menciptakan karya dari display monitor. Teknik, skill dan penguasaan teknologi sangat dibutuhkan untuk membuat karya seni. Jason Beam, seniman digital asal Montana, Amerika, yang sering tampil dengan karya-karya seram, mengatakan bahwa Digital Fine Art adalah digital dan fine art yang ada pada satu kesatuan proses. Jadi, seluruh proses ekspresi seni dilakukan secara digital. Artinya, menggunakan komputer secara total untuk mewujudkan gagasan seni. Kalau pada seni rupa konvensional penyusunan bentuk, garis, dan pengaturan komposisi warna dilakukan menggunakan pensil, spidol, crayon, atau kuas, pada digital art penyusunan bentuk, garis, dan pengaturan komposisi warna dilakukan menggunakan mouse atau pen tool.


















Potret Wajahku 
by : Bayu



Delusion
by : Bayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Welcome To By-U Topia World

What if, you think is not as you think...
Make Your own delusion...